Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Meminta panjang umur dan banyak harta adalah suatu hal yang dibolehkan bahkan termasuk do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada beberapa sahabatnya dan juga banyak didukung oleh dalil lainnya.
Namun do’a yang diminta di sini ditambahkan dengan do’a keberkahan di
dalamnya. Karena panjang umur dan banyak harta semata tidaklah
mendatangkan kebaikan kecuali jika diisi dengan kebaikan.
Diriwayatkan dari Imam Al Bukhari, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi Ummu Sulaim (ibunya Anas). Ketika itu Ummu Sulaim mengatakan bahwa Anas (anaknya) siap menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mendoakan Anas dalam urusan akhirat dan dunianya. Di antara do’a beliau pada Anas adalah,
اللَّهُمَّ ارْزُقْهُ مَالًا، وَوَلَدًا، وَبَارِكْ لَهُ
“Ya Allah, tambahkanlah rizki padanya berupa harta dan anak serta berkahilah dia dengan nikmat tersebut.” (HR. Bukhari no. 1982 dan Muslim no. 660)
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Anas dengan do’a,
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)
Dalam do’a di atas terdapat dalil bolehnya meminta pada Allah banyak
harta dan banyak anak serta keberkahan dalam harta dan anak. Dan di sini
terdapat anjuran untuk mendoakan hal dunia namun disertai dengan
mendoakan keberkahan di dalamnya. Yang namanya berkah adalah
bertambahnya kebaikan dan kebaikan tersebut tetap terus ada. Harta dan
anak bisa jadi berfaedah jika dimanfaatkan dalam kebaikan.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits tersebut
menunjukkan bolehnya berdo’a meminta banyak harta dan banyak anak pada
Allah. Dan hal ini sama sekali tidak menafikan kebaikan ukhrowi
(akhirat).” (Fathul Bari, 4/229)
Sedangkan dalil bolehnya meminta panjang umur (asalkan dimanfaatkan
dalam kebaikan) adalah hadits dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakroh, dari
ayahnya Abu Bakroh bahwa ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ
وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ « مَنْ طَالَ
عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ »
“Wahai Rasulullah, manusia mana yang dikatakan baik?” Beliau
menjawab, “Yang panjang umurnya namun baik amalnya.” “Lalu manusia mana
yang dikatakan jelek?”, tanya laki-laki tadi. Beliau menjawab, “Yang
panjang umurnya namun jelek amalnya.” (HR. Tirmidzi no. 2330,
beliau katakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani berkata
bahwa hadits ini shahih lighoirihi). Yang dimaksud dengan “baik amalnya”
adalah apabila amalan tersebut ikhlas dan ittiba’ (mengikuti petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Dari hadits di atas terdapat faedah mengenai bolehnya meminta pada
Allah panjang umur namun panjang umur di sini dikaitkan dengan ketaatan
pada Allah atau baiknya amalan. Jika panjang umur diisi dengan maksiat,
maka sungguh sia-sia dan tidak berfaedah sama sekali nikmat yang diberi.
Jadi yang bermanfaat adalah meminta panjang umur namun dengan disertai
meminta bisa terus beramal sholeh. Berdo’a pada Allah dengan meminta
panjang umur sama sekali tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dalam
Lauhul Mahfuzh karena do’a itu sendiri adalah bagian dari takdir Allah
yang telah dicatat.
Namun amat bagus sekali jika do’a tersebut diakhiri dengan meminta
maghfirah (ampunan) dari Allah setelah meminta urusan duniawi. Karena
tentu saja maghfirah lebih penting dari hal-hal dunia tadi. Dengan
maghfirah dari Allah, seseorang akan mendapatkan keselamatan dan
keberuntungan di akhirat. Seharusnya seseorang menjadikan akhirat
sebagai maksud utamanya. Dicontohkan dalam do’a Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berikut ini,
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan
yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Pemberi.” (QS. Shad: 38). Lihatlah do’a Nabi yang mulia ini, selain meminta anugerah kerajaan, sebelumnya beliau panjatkan doa meminta maghfirah
(ampunan) dari Allah. Jika Nabi seperti Sulaiman saja masih memohon
maghfiroh dari Allah, maka kita yang penuh kekurangan dan seringkali
melampaui batas tentu lebih pantas untuk banyak memohon maghfiroh dari
Allah.
Dari penjelasan di atas dalam buku Ad Du’a minal Kitab was Sunnah, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni hafizhohullah menyusun doa yang amat bagus sebagai berikut,
اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي وَأطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأحْسِنْ عَمَلِي وَاغْفِرْ لِي
“Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa
a’thoitanii wa athil hayaatii ‘ala tho’atik wa ahsin ‘amalii wagh-fir
lii (Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah
karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu
dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku).” Doa ini adalah
intisari dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas.
Moga doa sederhana bisa kita amalkan. Semoga Allah menganugerahkan
kita harta yang berkah, umur yang diberkahi dalam beramal sholeh dan
senantiasa mendapatkan ampunan-Nya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Posted by Jumat, Agustus 02, 2013 and have
, Published at